Pengamat olahraga, Rafriandi Nasution, menilai bahwa munculnya Kolonel Purn Hatunggal Siregar sebagai calon tunggal dalam pemilihan Ketua Umum KONI Sumut mencerminkan rasa frustrasi terhadap kondisi olahraga di Sumatera Utara.
Sebelumnya, puluhan perwakilan cabang olahraga (cabor) di bawah naungan KONI Sumut memberikan dukungan kepada Ketua Umum FOPI Sumut tersebut untuk memimpin KONI. Musyawarah Provinsi (Musorprov) KONI Sumut dijadwalkan berlangsung pada 15 April mendatang.
Sebanyak 52 dari 63 cabor yang bernaung di KONI Sumut hadir dalam acara silaturahmi Ketua FOPI Sumut di Garuda Pattimura Medan, Minggu (9/3). Acara tersebut juga dihadiri oleh Ketua KONI Sumut Jon Ismadi Lubis, Kadispora Sumut Mahfullah Pratama Daulay, serta Pj Sekda Provsu.
“Munculnya calon tunggal dalam Musorprov KONI Sumut, yaitu Kolonel Hatunggal Siregar, merupakan bentuk frustrasi stakeholder olahraga Sumut terhadap pengelolaan olahraga selama ini,” ujar Rafriandi Nasution.
Menurutnya, Hatunggal Siregar dianggap sebagai solusi untuk kemajuan olahraga Sumut. Namun, ia menyoroti bahwa permasalahan utama justru terletak pada pendanaan. Pemprov Sumut dan DPRD Sumut dinilai tidak menjadikan olahraga sebagai prioritas dalam visi, misi, serta program gubernur selama ini.
Rafriandi juga mencontohkan ketidakseriusan pengelolaan olahraga di Sumut, salah satunya terkait keterlambatan pemberian bonus bagi atlet peraih medali di PON 2024.
“Terbukti, misalnya, pemberian bonus kepada atlet PON 2024 yang sangat terlambat. Keringat mereka sudah kering menunggu, tetapi hingga kini belum ada kepastian,” ungkapnya.
Selain itu, ia menyoroti pembangunan sport center yang jauh dari harapan, termasuk revisi kapasitas Stadion Utama Sumut yang awalnya dirancang untuk 82.000 penonton, tetapi kemudian dipangkas menjadi hanya 25.000 penonton.
“Belum lagi anggaran yang terus berkurang. Ini sudah menjadi tradisi dalam pengelolaan olahraga di Sumut,” tambah Rafriandi.
Ia menegaskan bahwa berbagai permasalahan tersebut menghambat kemajuan olahraga Sumatera Utara dalam bersaing dengan provinsi lain.
“Pengelolaan olahraga di Sumut sulit menjadi daya tarik bagi dunia usaha atau bisnis. Masalah prestasi dan kurangnya kemauan politik dari pemerintah membuat olahraga tidak menjadi prioritas dalam pembangunan Sumut,” pungkasnya.